Kamis, 28 Juni 2012

Perkembangan Moneter Indonesia


Perkembangan Moneter Indonesia
Tahun 1999
Pemerintah telah mengambil keputusan untuk melakukan likuidasi terhadap 38 bank pada Maret 1999 ini. Keputusan pemerintah pada 13 Maret 1999 tersebut juga menetapkan 9 bank yang tetap beroperasi dengan mengikuti rekapitalisasi dan 7 bank yang diambil alih pemerintah serta 73 bank yang tetap beroperasi tanpa rekapitalisasi. Langkah mendasar dalam rangka penyehatan perbankan tersebut masih menghadapi iklim usaha yang kurang sehat seperti tingkat suku bunga deposito yang lebih tinggi dari pada suku bunga kredit (negative spread). Suku bunga antar - bank juga relatif tinggi sekitar 37 persen untuk overnite pada akhir Maret 1999, yang mengindikasikan ketatnya kondisi likuiditas perbankan.

Berdasarkan laporan mingguan dari Bank Indonesia (BI), menurunnya jumlah uang kartal pada minggu III Maret 1999 sebesar Rp 1,4 triliun dari posisi minggu II Maret 1999 mengindikasikan kembali tenangnya masyarakat setelah proses restrukturisasi perbankan diumumkan pemerintah. Sementara itu, perkembangan besaran moneter yang lain hingga akhir Maret 1999 menunjukkan posisi aktiva domestik bersih maupun cadangan devisa bersih berada pada tingkat memenuhi adjusted target yang ditetapkan oleh IMF.
Sedangkan dari laporan harian BI, transaksi devisa bank Indonesia menunjukkan surplus sebesar 9,3 juta USD dalam bulan Maret 1999. Posisi surplus ini tercapai berkat penerimaan devisa dari ekspor sebesar 134,8 juta USD, sementara penjualan devisa tercatat sebesar 125,5 juta USD. Dengan perkembangan ini diperkirakan cadangan devisanetto di akhir bulan Maret akan sedikit di atas 14,51 milliar USD yang tercatat pada minggu III Maret 1999.
Tahun 2009-2010
Perkembangan berbagai indikator ekonomi menjelang akhir tahun 2009 ditandai oleh terus berlanjutnya perbaikan kondisi makro ekonomi Indonesia. Perbaikan tersebut ditopang oleh meningkatnya optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan global, serta terjaganya kestabilan makro ekonomi domestik. Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diprakirakan tumbuh 4,3%, inflasi tercatat sebesar 2,78%, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat surplus, dan nilai tukar secara point – to - point menguat sebesar 15,65% dibandingkan dengan tahun lalu. Di tengah – tengah krisis global, berbagai kinerja yang cukup positif tersebut tidak terlepas dari daya tahan permintaan domestik yang kuat, sektor perbankan yang tetap sehat dan stabil, ekspektasi pemulihan ekonomi global yang semakin optimis, serta respons kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif dalam mendukung terjaganya perekonomian domestik.
Di sisi domestik, konsumsi rumah tangga masih tumbuh pada level tinggi, didorong oleh stabilnya daya beli masyarakat serta keyakinan konsumen yang masih terjaga. Membaiknya ekspor dan tetap tingginya konsumsi mendorong optimisme pelaku usaha untuk meningkatkan investasi, terutama sejak pertengahan tahun 2009. Pada triwulan IV - 2009, investasi diperkirakan tumbuh lebih tinggi yang tercermin antara lain pada peningkatan konsumsi semen dan perbaikan pertumbuhan impor barang modal. Dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian tersebut, pertumbuhan ekonomi secara tahunan di kuartal IV - 2009 diperkirakan akan mencapai sebesar 4,4%. Secara keseluruhan tahun 2009, perekonomian diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,3%. Kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mencapai sasaran inflasi sebesar 5±1% di tahun 2010 akan didukung oleh implementasi serangkai langkah kebijakan. Di sisi operasional, fokus kebijakan diarahkan untuk meningkatkan efektifitas transmisi kebijakan moneter, mengelola ekses likuiditas perbankan, dan menjaga volatilitas nilai tukar dalam rangka terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat.
Di sisi struktural, upaya koordinasi dengan Pemerintah akan ditingkatkan untuk memitigasi dampak struktural inflasi yang bersumber dari masalah distribusi, tata niaga, dan struktur pasar komoditas bahan pokok. Untuk itu, Tim Pengendalian Inflasi yang merupakan tim lintas departemen yang terkait dengan pengendalian inflasi akan terus diefektifkan baik di pusat maupun di daerah. Dengan mempertimbangkan bahwa tingkat BI Rate 6,5% masih konsisten dengan sasaraninflasi tahun 2010 sebesar 5% ± 1%  dan arah kebijakan moneter saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan berlangsungnya intermediasi perbankan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 6 Januari 2010 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5% dengan koridor suku bunga yang juga tetap sebesar +/-50 bps di sekitar BI Rate, yaitu suku bunga repo sebesar 7% dan suku bunga FASBI sebesar 6%.

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMPUTER DI PERBANKAN

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMPUTER DI PERBANKAN

Semakin majunya teknologi di dunia transaksi perbankanpun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke cabang2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet bahkan dengan mobile "HP" dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.
Dalam dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa seperti :
- Adanya transaksi berupa Transfer uang via mobile maupun via teller.
- Adanya ATM ( Auto Teller Machine ) pengambilan uang secara cash secara 24 jam.
- Penggunaan Database di bank – bank.
- Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan Kantor Pusat Bank.

Dengan adanya jaringan computer hubungan atau komunikasi kita dengan klien jadi lebih hemat, efisien dan cepat. Contohnya : email, teleconference.
Sedangkan di rumah dapat berkomunikasi dengan pengguna lain untuk menjalin silaturahmi (chatting), dan sebagai hiburan dapat digunakan untuk bermain game online, sharing file. Apabila kita mempunyai lebih dari satu komputer, kita bisa terhubung dengan internet melalui satu jaringan. Contohnya seperti di warnet atau rumah yang memiliki banyak kamar dan terdapat setiap komputer di dalamnya.
Pada dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Seperti halnya pelayanan electronic transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking dan Internet Banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi yang berdasarkan teknologi.

Kriteria pemilihan teknologi perangkat lunak perbankan

Lembaga keuangan di Indonesia, termasuk bank, sudah lebih cepat dan intensif dibandingkan sector atau jenis industri lainnya dalam menerapkan teknologi computer dalam memberikan pelayanannya ke nasabah. Jasa-jas ini meliputi pembayaran komputerisasi (pemindahan dana melalui computer dengan fasilitas jaringan komunikasi datanya); jasa penyetoran dan pengambilan dana secara otomatis melalui ATM atau berbagai jenis kartu plastic; homebanking dan internet banking serta fasilitas pelayanan lainnya. Beberapa contoh jenis teknologi computer tersebut diantaranya mesin Automated Teller Machine (ATM), berbagai jenis kartu kredit, Point of sales (POS), electronic fund transfer system, dan otomatisasi kliring.

Fungsi teknologi informasi (TI) telah mengalami perubahan dan perkembangan pesat pada decade terakhir ini. Fungsi TI yang semakin khusus mendorong setiap bank untuk membentuk bagian, departemen, atau unit kerja khusus tersendiri. Walaupun struktur tersebut tergantung pada berbagai factor misalnya skla bisnis dan beban kerja, tetapi unit kerja tersebut mencerminkan 2 aspek kegiatan yaitu aspek pengembangan teknologi dan aspek operasionalnya.

Fasilitas pengolahan data yang tersedia di bank saat ini merupakan hasil kemajuan teknologi dan kebutuhan untuk menjalankan operasi secara sistematis dan baik sesuai dengan aliran masuk dan keluar dana bank. Fasilitas tersebut berfungsi untuk menangani, memilih, menghitung, menyusun, melaporkan, dan mengirimkan informasi. Jadi penggunaan TI di bank dimaksud adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan data kegiatan usaha perbankan sehingga dapat memberikan hasil yang akurat, benar, tepat waktu, dan dapat menjamin kerahasiaan informasi (sesuai peraturan Bank Indonesia).

Fungsi TSI yang tepat tidak terlepas dari criteria pemilihan jenis teknologi yang akan digunakan oleh bank. Sistem aplikasi computer yang digunakan di bidang perbankan harus bisa mengakomodasikan semua kebutuhan bank dan sesuai dengan ketentuan otoritas moneter (salam hal ini adalah Bank Indonesia). Hal ini memerlukan pemilihan software computer mengingat jenis software yang ada dan ditawarkan di pasar relative banyak. Secara umum pemilihan ini berdasarkan kesesuaian antara kapasita bank dengan fasilitas atau kemampuan software yang akan dipilih sehingga investasi yang telah dikeluarkan benar-benar efektif dan memberikan nilai tambah terhadap bank.

Sebagai contoh, Bank yang kapasitasnya relative kecil, misalnya Bank Perkreditan Rakyat atau BPR kurang relevan bila menggunakan system aplikasi computer yang menyediakan fasilitas transaksi dalam valuta asing atau pengelolaan giro. Hal ini menginbgat bahwa BPR tidak boleh melakukan transaksi dalam valuta asing dan tidak ikut dalam lalu lintas pembayaran giral. Penggunaan software tersebut menjadi tidak efisien dan biaya investasinya lebih besar dibandingkan dengan nilai tambah yang dihasilkannya.

Kriteria pemilihan software computer perbankan yang baik sesuai dengan kebutuhan bank secara umum berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:

1. Kemampuan dokumentasi atau Penyimpanan Data

Jenis dan klasifikasi data bank yang relative banyak harus bisa ditampung oleh software yang akan digunakan, termasuk pertimbangan segi keamanan datanya. Jumlah nasabah serta frekuensi dan jumlah transaksi harian yang besar memerlukan memory computer yang besar, selain memerlukan kecepatan prosesor yang tinggi juga. Sebagai contoh BPR kurang efisien jika menggunakan mesin besar, misalnya AS/400 dalm operasionalnya karena kapasitas dan cakupan geografis BPR biasanya relative kecil.

2. Keluwesan (Flexibility)

Operasional bank selalu berkembang dengan kebutuhan yang berubah-ubah dan mungkin bertambah di kemudian hari walaupun informasi dasarnya tetap sama. Kondisi ini harus bisa diantisipasi oleh perangkat lunak computer sampai batas-batas tertentu. Setiap bank mempunyai system dan prosedur yang mungkin berbeda meskipun data atau informasi dasar yang diolahnya sama. Perangkat lunak computer yang fleksibel dapat digunakan oleh dua bank yang kapasitasnya sama tetapi system dan prosedurnya berbeda.

3. Sistem Keamanan

Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (agent of trusth), bank memerlukan system keamanan yang handal untuk menjaga kerahasiaan data atau keuangan nasabah; serta mencegah penyalahgunaan data atau keuangan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Software computer perbankan yang baik harus menyediakan fasilitas pengendalian dan pengamanan tersebut.

4. Kemudahan penggunaan (user friendly)

Pengertian mudah dioperasikan bukan berarti setiap pemakai (user) bisa mengakses ke software tersebut tetapi petugas yang memang mempunyai kewenangan mudah mengoperasikan proses yang menjadi tanggung jawabnya. Tahap input, proses, dan output yang dilakukan pada software tersebut tidak menjadi penghambat dalam kegiatan perbankan secara keseluruhan. System aplikasi computer yang baik bahkan dapat mendeteksi kesalahan pengoperasian yaitu dengan memberikan error message dan memberikan petunjuk pemecahan masalahnya.

5. Sistem Pelaporan (Reporting system)

Data atau informasi yang dibutuhkan harus bisa disajikan dalam bentuk yang jelas dan mudah dimengerti. Bank memerlukan laporan-laporan yang lengkap dan jelas tersebut terutama dalam proses pemeriksaan (audit) atau penyajian laporan yang bisa dimengerti oleh pihak-pihak yang berkempentingan dengan harapan keuangan setiap bank menjadi lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.

6. Aspek Pemeliharaan

Kinerja software perbankan diharapkan relative stabil selama bank beroperasi. Kondisi ini memerlukan aspek pemeliharaaan yang baik, dalam arti secara teknis tidak sulit dilakukan dan tidak membutuhkan biaya yang relative mahal. Pemeliharaan ini juga menyangkut pergantian atau perbaikan teknis peralatan dan modifikasi atau pengembangan software.

7. Source Code

Software perbankan biasanya merupakan program paket yang sudah di-compile sehingga menjadi excecutable file. File program tersebut relative tidak bisa dirubah atau dimodifikasi seandainya bank menginginkan perubahan atau fasilitas tambahan dari software tersebut. Kondisi ini bisa diatasi jika pihak bank mempunyai dan memahami software tersevut dalam bentuk bahasa pemrograman aslinya atau source code.


PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANKAN di INDONESIA



PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANKAN di INDONESIA
 

BAB I
PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang
Salah satu sektor yang paling dramatis terpengaruh oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi adalah perbankan. Sebelumnya mari kita lihat kilas balik dan perkembangan terkini mengenai perbankan Indonesia. Setelah lebih dari seperempat abad terhitung dari deregulasi pada tahun 1983, perbankan Indonesia telah mengalami berbagai gonjang-ganjing yang sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Titik nadir perbankan sendiri terjadi menjelang krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1997 yang dikenal sebagai krisis moneter.
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca yang berarti tempat penukaran uang. Sedangkan menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pada masa itu De javasche Bank, NV didirikan di Batavia pada tanggal 24 Januari 1828kemudian menyusul Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij, NV pada tahun 1918 sebagai pemegang monopoli pembelian hasil bumi dalam negeri dan penjualan ke luar negeri serta terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia Belanda. Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank UmumBank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syariah, dan juga Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Perkembangan perbankan yang semakin dinamis dan kompleks membuat otoritas moneter berusaha membuat Arsitektur Perbankan Indonesia ( API ). Dengan adanya API, Bank Indonesia secara bertahap berkeinginan untuk menerapkan praktik - praktik terbaik internasional yang tercakup dalam 25 prinsip pokok basel untuk pengawasan perbankan yang efektif ( Basel Core Principles for Effective Banking Supervision ) sehingga dalam jangka waktu lima tahun kedepan diharapkan Indonesia telah sejajar dengan negara-negara lain yang telah terlebih dahulu menerapkan prinsip tersebut.
1.2              Rumusan Masalah
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional relatif lebih maju dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologinya diantaranya meliputi Automated Teller Machine, Banking Application System, Real Time Gross Settlement System, Sistem Kliring Elektronik, dan internet banking. Bank Indonesia sendiri lebih sering menggunakan istilah Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk semua terapan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan perbankan. Istilah lain yang lebih populer adalah Electronic Banking. Electronic banking mencakup wilayah yang luas dari teknologi yang berkembang pesat akhir-akhir ini. Beberapa diantaranya terkait dengan layanan perbankan di “garis depan” atau front end, seperti ATM dan komputerisiasi (sistem) perbankan, dan beberapa kelompok lainnya bersifat back end, yaitu teknologi-teknologi yang digunakan oleh lembaga keuangan, merchant, atau penyedia jasa transaksi, misalnya electronic check conversion.
1.3              Tujuan
Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuanm ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun demikian, walaupun pada awalnya diciptakan untuk menghasilkan manfaat positif, di sisi lain juga juga memungkinkan digunakan untuk hal negatif. Karena itu pada makalah ini kami membuat dampak-dampak positif dan negatif dari kemajuan teknologi dalam kehidupan manusia Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari adanya teknologi. Artinya, bahwa teknologi merupakan keseluruhan cara yang secara rasional mengarah pada ciri efisiensi dalam setiap kegiatan manusia.


BAB II
PEMBAHASAN


2.1       Sejarah Perbankan di Indonesia
Memasuki tahun 1990-an BI mengeluarkan paket kebijakan yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati – hati dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14 / 1967. Sejak saat itu, terjadi perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR. Berdasarkan Undang - undang No. 7 Tahun 1992 tersebut diatur kembali struktur perbankan, ruang lingkup kegiatan, syarat pendirian, peningkatan perlindungan dana masyarakat dengan jalan menerapkan prinsip kehati – hatian dan memenuhi persyaratan tingkat kesehatan bank, serta peningkatan profesionalisme para pelakunya. Dengan undang – undang tersebut juga ditetapkan penataan badan hukum bank - bank pemerintah, landasan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip bagi hasil (syariah), serta sanksi sanksi ancaman pidana terhadap yang melakukan pelanggaran ketentuan perbankan.
Krisis Finansial terjadi pada Juli 1997 di Thailand yang mempengaruhi mata uang, bursa saham dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia. Peristiwa ini disebut krisis moneter (krismon) di Indonesia. Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand adalah negara yang paling parah terkena dampak krisis ini. Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 miliar dolar, dan sektor bank yang baik.Tapi banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dolar AS. Pada tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut level efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.
Pada Juli, Thailand megembangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating - bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 miliar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September. Moody’s menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi “junk bond”. Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul pada neraca perusahaan.
Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu: menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi. Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J Habibie menjadi presiden. Mulai dari sini krisis moneter indonesia memuncak.
2.2       Kondisi Perbankan di Indonesia
Kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Perubahan ini selain disebabkan perkembangan internal dunia perbankan juga tidak terlebas dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan. Perkembangan faktor-faktor internal dan eksternal perbankan tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia secara umum dapat dikelompokan dalam empat periode. Keempat periode itu adalah:
       I.            Kondisi sebelum Deregulasi
Perbankan pada masa ini sangat dipengaruhi oleh berbagai kepentingan ekonomi dan politik dari penguasa, yang dalam hal ini adalah pemerintah. Berikut ini merupakan fungsi utama perbankan pada masa penjajahan adalah :
1)      Memobilisasikan dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan-perusahaan besar milik kolonial.
2)      Memberikan jasa-jasa keuangan kepada perusahaan-perusahaan besar milik kolonial, seperti giro, garansi bank, pemindahan dana dan lain-lain.
3)      Membatu pemindahan dana jasa modal dari wilayah kolonial ke negara penjajah.
4)      Sebagai tempat sementara dari dana hasil pemungutan pajak, baik pajak dari perusahaan-perusahan maupun dari masyarakat pribumi, untuk kemudian dikirim ke negara penjajah.
5)      Mengadminitrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah kolonial.
Berikut ini merupakan fungsi utama perbankan pada masa setelah kemerdekaan sampai dengan sebelum adanya deregulasi adalah:
-        Memobilisasikan dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan-perusahaan besar milik pemerintah dan swasta.
-        Memberikan jasa-jasa keuangan kepada perusahaan-perusahaan besar.
-        Mengadminitrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah.
-        Meyalurkan dana anggaran untuk membiayai program dan proyek pada sektor-sektor yang ingin dikembangkan pemerintah.
Dan yang selanjutnya adalah keadaan perbankan saat ini, yaitu:
-        Tidak adanya peraturan perundangan yang mengatur secara jelas tentang perbankan di Indonesia Hingga akhir tahun 1960-an peraturan menegenai perbankan  hanya Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968. Undanng-undang tersebut tidak mengatur sejara jelas mengenai perbankan namun, lebih cenderung memperlihatkan campur tangan pemerintah dalam perbankan di Indonesia.
-        Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) pada bank-bank tertentu. KLBI diberikan terutama untuk bank-bank pemerintah ini disalurkan untuk mendanai pemberian kredit kepada debitur  dan dalam hal ini bunga yang harus dibayar oleh bank penerima KLBI relatif rendah.
-        Bank banyak menanggung program-prorogram pemerintah.
Terutama bank-bank pemerintah memperoleh berbagai macam fasilitas khusus, bank tersebut juga harus menjalankan kegiatan perbankan yang berkaitan dengan program atau proyek pemerintah.
-        Jumlah bank swasta yang relatif sedikit.
Dari waktu ke waktu masa itu perkembangan jumlah bank swasta tidak mengalami kenaikan. Bank-bank swasta yang ada umumnya bank-bank kecil. Bank-bank milik pemerintah yang berupa BUMN mendominasi kegiatan perbankan di Indonesia.
-        Sulitnya pendirian bank baru.
Dominasi bank pemerintah yang sangat kuat dengan segala fasilitas dan kemudahannya menyebabkan sulit sekali bagi bank swasta baru untuk masuk dalam persaingan apalagi untuk berkembang menjadi bank yang besar.
-        Posisi tawar-menawar bank relatif lebih kuat daripada nasabah
Bank seolah-olah tidak merasa membutuhkan nasabah, nasabahlah yang membutuhkan bank. Bank tidak terlalu mememrlukan dana dari masyarakat Karena telah memperoleh dana dengan mudah dari pemerintah dan BUMN.
-        Bank bukan merupakan alternatif utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan meminjam dana.
Prosedur berhubungan dengan bank yang rumit dan lemahnya posisi tawar-menawar nasabah menyebabkan masyarakat kuarang tertarik untuk berhubungan dengan baik. Masyarakat kecil lebih banyak berhubungan dengan pegadaian dan rentenir.
    II.            Kondisi sesudah Deregulasi
Tingkat inflasi yang tinggi serta kondisi ekonomi makro secara umum yang tidak bagus terjadi bersamaan dengan kondisi perbankan yang tidak dapat memobilisasikan dana dengan baik. Untuk mengatasi situsi tersebut tidak menguntungkan ini cara yang ditempuh pemerintah pada waktu adalah dengan melakukan serangkaian kebijakan berupa deregulasi di sector rill dan sektor moneter. Kebijakan deregulasi yang telah dilakukan dan terkait dengan perbankan antara lain adalah:
1)      Paket 1 Juni 1983 yang berisi tentang:
a.       Penghapusan pagu kredit dan pembatasan aktiva lain sebagai instrument pengendali Jumlah Uang Beredar (JUB).
b.      Pengurangan KLBI kecuali untuk sektor-sektor tertetu.
2)      Bank Indonesia sejak 1984 mengeluarkan SBI.
3)      Bank Indonesia sejak 1985 mengeluarkan ketentuan perdagangan SBPU dan fasilitas diskonto oleh BI.
4)      Paket 27 Oktober 1988 yang berisi tentang:
a.       Pengerahan dana masyarakat.
b.      Efisiensi lembaga keungan.
c.       Pengendalian kebijakan moneter.
d.      Pengembangan pasar modal.
5)      Paket 20 Desember 1988 yang berisi tentang:
a.       Aturan penyelenggaraan baru efek oleh swasta.
b.      Alternatif sumber pembiayaan berupa sewa guna usaha, anjak piutang, modal ventura, perdagangan surat berharga, kartu kredit dan pembiayaan konsumen.
c.       Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank dapat melakukan kegiatan perdagangan surat berharga, kartu kredit anjak piutang dan pembiayaan konsumen.
6)      Paket 25 Maret 1989 yang berisi tentang:
a.       Penyempurnaan paket sebelumnya.
b.      Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank dapat memiliki net open position maksimum sebesar 25% dari modal sendiri.
7)      Paket 29 Januari 1990 yang berisi tentang penyempurnaan program perkreditan kepada usaha kecil agar dilakukan secara luas oleh semua bank.
8)      Paket 28 Februari 1991 yang berisi tentang penyempurnaan paket sebelumnya menuju penyelenggaraan lembaga keungan dengan prinsip kehati-hatian, sehinggadapat tetep mempertahankan keoercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan.
9)      UU Nomer 7 Tahun 1992 tentang perbankan.
10)  Paket 29 Mei 1993 yang berisi tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank meliput :
a.       Rasio kecukupan modal
b.      Batas maksimum pemberian kredit (BMPK)
c.       Kredit Usaha Kecil (KUK)
 III.            Kondisi saat krisis ekonomi mulai akhir tahun 1990-an.
1)      Tingkat kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap perbankan di Indonesia menurun drastis.
2)      Sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat.
Peraturan kesehatan bank sulit sekali untuk diterapkan dalam kondisi krisis ekonomi ini, sebab apabila aturan diterapkan apa adanya maka sebagian besar bank sudah tidak lagi layak untuk meneruskan kegiatan usahanya.pelanggaran  yang paling menonjol adalah tidak terpenuhinya rasio kecukupan modal dan batas maksimum pemberian kredit.
3)      Adanya spread negatif.
Kepercayaan masyarakat sangat rendah terhadap perbankan serta kebijakan uang ketat oleh otoritas moneter melalui pernaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menyebabkan perbankan tidak mempunyai alternative lain umtuk menghimpun dan menyalurkan dana. Konsekuensi dari kebijakan spread negative ini adalah bank harus menanggung rugi dalam kegiatan usaha penghimpunan dan penyaluran dananya
4)      Munculnya penggunaan peraturan perundangan yang baru.
Peraturan dan perundangan baru yang ditetapkan setelah adanya krisis ekonomi.

 IV.            Kondisi terakhir.
Empat hal penting menandai kondisi terakhir sektor perbankan di Indonesia. Ketiga hal tersebut adalah :
1)      Selesainya penyusutan Arsitektur Pernbankan Indonesia (API). Munculnya API ini dipicu oleh adanya krisis perbankan dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia mulai tahun 1997.
2)      Serangkaian rencana dan komitmen pemerintah, DPR dan Bank Indonesia untuk membentuk atau menyusun :
a.       Lembaga penjamin simpanan
b.      Lembaga pengawas perbankan yang idependen
c.       Otoritas jasa keuangan
3)      Kinerja perbankan yang lebih menunjukan kondisi masa peralihan atau awal masa pemulihan dari krisis ekonomi kea rah kondisi perbankan yang lebih sesuai dengan praktik-praktik perbankan yang lebih baik.
4)      Penyaluran dana masyarakat kearah yang lebih mencerminkan bank sebagai perantara keuangan dengan tetap berlandaskan prinsip kehati-hatian.

2.3       Pengertian Arsitektur Perbankan Indonesia.
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Adanya krisis ekonomi di Indonesia mulai pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesadaran bahwa API adalah kebutuhan penting yang mendesak bagi perbankan Indonesia dalam rangka memperkuat fundamental industry perbankan.
Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program restrukturisasi perbankan maupun white paper penyehatan perbankan nasional. Program - program API mencakup banyak hal. Program yang berkaitan dengan usaha peningkatan kinerja perbankan melalui penerapan standar good corporate governance yang didukung dengan:
-          Kemampuan operasional yang tinggi.
-          Kemampuan tinggi dalam pengelolaan risiko.
-          Ketersediaan infrastruktur pendukung perbankan yang memadai.
-          Keberadaan lembaga pemeringkat kredit domestik.
-          Adanya sklim penjaminan kredit yang mencukupi.
-          Peningkatan kepercayaan nasabah.
2.4       Perkembangan Teknologi Komputer di Perbankan
Semakin majunya teknologi di dunia transaksi perbankanpun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke cabang2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet bahkan dengan mobile "HP" dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.
Dalam dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa seperti :
-          Adanya transaksi berupa Transfer uang via mobile maupun via teller.
-          Adanya ATM ( Auto Teller Machine ) pengambilan uang secara cash secara 24 jam.
-          Penggunaan Database di bank – bank.
-          Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan Kantor Pusat Bank.
Dengan adanya jaringan computer hubungan atau komunikasi kita dengan klien jadi lebih hemat, efisien dan cepat. Contohnya : email, teleconference. Sedangkan di rumah dapat berkomunikasi dengan pengguna lain untuk menjalin silaturahmi (chatting), dan sebagai hiburan dapat digunakan untuk bermain game online, sharing file. Apabila kita mempunyai lebih dari satu komputer, kita bisa terhubung dengan internet melalui satu jaringan. Contohnya seperti di warnet atau rumah yang memiliki banyak kamar dan terdapat setiap komputer di dalamnya. Pada dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Seperti halnya pelayanan electronic transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking dan Internet Banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi yang berdasarkan teknologi.
2.5       Berbagai Macam Teknologi Perbankan
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional relatif lebih maju dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologinya diantaranya meliputi Automated Teller Machine, Banking Application System, Real Time Gross Settlement System, Sistem Kliring Elektronik, dan internet banking. Bank Indonesia sendiri lebih sering menggunakan istilah Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk semua terapan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan perbankan. Istilah lain yang lebih populer adalah Electronic Banking. Electronic banking mencakup wilayah yang luas dari teknologi yang berkembang pesat akhir-akhir ini. Beberapa diantaranya terkait dengan layanan perbankan di “garis depan” atau front end, seperti ATM dan komputerisiasi (sistem) perbankan, dan beberapa kelompok lainnya bersifat back end, yaitu teknologi-teknologi yang digunakan oleh lembaga keuangan, merchant, atau penyedia jasa transaksi, misalnya electronic check conversion.
Saat ini sebagian besar layanan E-banking terkait langsung dengan rekening bank. Jenis E-Banking yang tidak terkait rekening biasanya berbentuk nilai moneter yang tersimpan dalam basis data atau dalam sebuah kartu (chip dalam smartcard). Dengan semakin berkembangnya teknologi dan kompleksitas transaksi, berbagai jenis E-banking semakin sulit dibedakan karena fungsi dan fiturnya cenderung terintegrasi atau mengalami konvergensi. Sebagai contoh, sebuah kartu plastik mungkin memiliki “magnetic strip”- yang memungkinkan transaksi terkait dengan rekening bank, dan juga memiliki nilai moneter yang tersimpan dalam sebuah chip. Kadang kedua jenis kartu tersebut disebut “debit card” oleh merchant atau vendor. Beberapa gambaran umum mengenai jenis-jenis teknologi E-Banking dapat dilihat di bawah ini.
Jenis-Jenis Teknologi E-Banking
a)      Automated Teller Machine (ATM).
Terminal elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.
b)      Computer Banking.
Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.
c)       Debit (or check) Card.
Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.
d)      Direct Deposit.
Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.
e)      Direct Payment (also electronic bill payment).
Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment.
f)       Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP).
Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
g)      Electronic Check Conversion.
Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (nomor rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik atau proses lebih lanjut.
h)      Electronic Fund Transfer (EFT).
Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.
i)        Payroll Card.
Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan oelh pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.
j)        Preauthorized Debit (or automatic bill payment).
Bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).
k)      Prepaid Card.
Salah satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tersebut ke penerbit kartu.
l)        Smart Card.
Salah satu tipe stored-value card yang di dalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada sistem terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi publik) atau sistem tertutup (misalnya Master Card atau Visa networks).
m)    Stored-Value Card.
Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, yang diisi melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain. Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan penerima (acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu tersebut menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa tertentu (misalnya kartu telpon). Limited-purpose card secara umum digunakan secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di lokasi-lokasi tertentu (misalnya vending machines di sekolah-sekolah). Sedangkan multi-purpose card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan kisaran yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo MasterCard, Visa, atau logo lainnya dalam jaringan antar bank.



BAB III
PENUTUP


Pertumbuhan jumlah bank swasta yang sangat cepat mulai tahun 1980-an ternayata membawa perekonomian Indonesia ke suatu tahapan baru dalam perkembangannya. Perkembangan yang pesat tersebut tampaknya tidak diikuti oleh perkembangan penerapan prinsip kehati-hatian yang seimbang, bahkan istilah tersebut terdengar masih asing sebagai bagian para banker apalagi masyarakat awam pada waktu ini. Bank for Internasioanal Sattlement (BIS) telah lama praktik-praktik perbankan yang dianggap dapat menciptakan dunia perbankan yang efisiensi dan efektif dalam perannya financial intermediary.
Menyadari adanya prinsip-prinsip yang telah dirumuskan dalam BIS dan perlunya merancang ulang sector perbankan di Indonesia dalam jangka panjang, otoritas moneter berusaha untuk membuat Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Adanya API, berarti Bank Indonesia serta bertahap berkeinginan untuk menerapkan praktik-praktik terbaik internasioanal yang tercakup dalam 25 Prinsip Pokok Basel untuk pengawasan perbankan yang efektif. Sehingga dalam jangka waktu lima tahun ke depan diharapkan Indonesia telah sejajar dengan Negara-negara lain yang lebih dahulu menerapakan  prinsip-prinsip tersebut.